Oleh: Yosua Buulolo
Mengutip perkataan Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan yang menyebutkan bahwa “Jika orang baik tidak terjun ke politik maka para penjahatlah yang akan mengisinya”.
Jadi, pemilihan umum merupakan salah satu pilar demokrasi sebagai wahana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan dan lembaga perwakilan politik yang memiliki legitimasi yang kuat dari rakyat. Untuk itu proses Pemilu harus berjalan dengan jujur adil bebas dan rahasia serta demokratis.
Pemilu merupakan bagian dari proses penguatan kehidupan demokrasi, serta upaya mewujudkan tata pemerintahan yang efektif dan efisien. Oleh karenanya proses demokratisasi harus berjalan dengan baik, terkelola, dan terlembaga. Golongan putih (golput) muncul di Indonesia sejak pemilu 97 atas gagasan Arief Budiman dan rekan-rekannya yang saat itu memboikot pemilu karena kekecewaan terhadap pemerintahan Soeharto yang dianggap tidak demokratis dengan membatasi jumlah partai politik. Sebagai bentuk kekecewaannya, Arief Budiman dan rekan-rekannya saat itu menyatakan untuk tidak memilih.
Adapun disebut golongan putih karena mereka pada umumnya tetap melakukan pencoblosan, hanya saja yang dicoblos adalah bagian pada kertas berwarna putih sehingga suaranya tetap tidak sah.
Kehidupan demokrasi pada sistem pemilihan umum di Indonesia sangat bergantung pada atensi-atensi pemilih yakni masyarakat Indonesia sebab pada hakikatnya di dalam Undang-Undang 1945 pasal 1 ayat (2) secara tegas tertulis bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, suara itulah yang akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang berpengaruh penting bagi masa depan bangsa dan negara.
Termasuk kesejahteraan dan pemerataan pembangunan dan keadilan sosial. Tidak dapat ditepis bahaya dari golput, bukanlah hal yang dapat disepelekan, permasalahan yang ditimbulkan nantinya misalnya:
1. Kandidat yang terburuk yang terpilih. Jika anda tidak menyukai semua kandidat dalam suatu pemilu, pilihlah yang paling sedikit keburukannya. Jika anda tidak memilih, bisa jadi yang terburuklah yang akan terpilih, akan sangat berbahaya bukan?
2. Potensi manipulasi suara. Jika anda tidak memilih, anda membuka potensi surat suara anda yang tidak terpakai bisa saja berpindah ke seorang kandidat secara tidak sah.
3. Peran untuk perbaiki negara/daerah. Jika anda memilih seorang kandidat yang menurut anda program-program yang dia tawarkan sejalan dengan anda dan menurut anda program-program itu paling baik untuk pembangunan dan perbaikan negara/daerah anda, anda bisa membantu negara/daerah anda. Jika anda tidak memilih, anda melepas peran anda dalam ikut menentukan nasib negara/daerah anda 5 tahun ke depan.
4. APBN/APBD yang terbuang sia-sia. Pemilu dibiayai oleh negara/daerah melalui APBN/APBD. Jika anda tidak memilih, uang yang sudah dikeluarkan negara terbuang percuma.
Akar permasalahan dan faktor utama adanya golput dapat disimpulkan dari program-program yang telah disosialisasikan pada masa kampanye, secara implementasinya, ternyata tidak sesuai dengan program-program pada saat kampanye, sehingga munculnya faham golongan putih atau golput yang merupakan representatif konstituen akan ketidak sinkronisasinya program-program dengan implementasi.
Hal mendasar inilah yang menjadi golput kian bertambah tiap tahun berujung pada kepercayaan publik semakin menurun terhadap lembaga-lembaga pemerintahan, sehingga golput bagi masyarakat bukan lagi menjadi fenomena tetapi realitas. Generasi muda adalah generasi yang dapat menjawab tantangan global yang pada saat ini adalah era-milenial dimana generasi milenial harus mampu menafsirkan zamannya, bukan gagal tafsir terhadap perannya.
Mereka harus menjadi leader mengikuti arus zaman kemana membawanya. Memberikan literasi politik, mengedukasi publik dengan buah pikiran melalui tulisan, gerakan mahasiswa dan pemuda, gerakan intelektual organik dan pendidikan, komunitas hobi, kepakaran bidang dan format lainnya. Dengan edukasi tersebut, publik akan sadar politik.
Golput adalah fenomena kerusakan dan sekaligus proses perbaikan politik. Bila gagal, demokrasi akan mereduksi dirinya sendiri sebagai bentuk festival yang penuh pesta pora dan kepentingan. Dalam arti, Golput adalah kekuatan dan sekaligus menjadi ancaman dalam pengkhianatan terhadap ideologi bangsa. Artinya kekuatan integrasi politik sangat mendesak kita perlukan dan kita distribusikan. Jangan sampai kita menunggu kesalahan-kesalahan yang kita pernah buat yang menjamin bagi kehidupan yang lebih baik di kemudian hari.
Selain itu, tidak layak bagi golput untuk selalu dicap negatif, namun lebih kepada bagaimana mengelola perbedaan sebagai momentum kedaulatan rakyat tercipta atas sepengetahuan dan keterlibatan penuh dari rakyat itu sendiri.
Berdasarkan hal di atas penulis mengusulkan perlu suatu gebrakan atau suatu gerakan yang mampu menjadi terobosan dalam mengatasi dan mengantisipasi angka golput di Indonesia, artinya perlu peranan stakeholder maupun lembaga-lembaga kekuasaan Trias Politica yakni Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif untuk dapat berupaya mengedukasi atau mensosialisasikan pemahaman tentang pemilu dan pentingnya menggunakan hak pilih.