Gubernur Bengkulu Diperiksa KPK

Jakarta, Linipost – Penyidik KPK memeriksa Gubernur Bengkulu RM sebagai saksi kasus dugaan suap mantan Menteri Kelautan Perikanan Edhy Prabowo.

Perihal pemeriksaan Gubernur Bengkulu sebagai saksi di kasus dugaan suap mantan Menteri Kelautan Perikanan Edhy Prabowo diungkapkan Plt Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri.

Ia mengutarakan, penyidik KPK mengonfirmasi RM masalah rekomendasi usaha lobster di Provinsi Bengkulu untuk PT Dua Putra Perkasa (DPP). Dalam kasus suap perizinan ekspor benih bening lobster atau benur yang menjerat Edhy Prabowo, KPK telah menetapkan Direktur PT DPP Suharjito sebagai tersangka.

“Pada pemeriksaan kemarin, Gubernur Rohidin dicecar penyidik KPK sebagai saksi untuk tersangka Edhy Prabowo dkk dalam penyidikan kasus suap perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya Tahun 2020,” terang Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (19/1/2021).

“RM dikonfirmasi terkait rekomendasi usaha lobster di Provinsi Bengkulu untuk PT DPP yang diajukan oleh tersangka SJT (Suharjito/Direktur PT DPP),” tambahnya.

KPK juga memeriksa 3  saksi lainnya untuk tersangka Edhy dkk pada Senin kemarin. Ketiganya adalah Bupati Kaur, Bengkulu Gusril Pausi, karyawan swasta Yunus, dan Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta Finari Manan.

Dia menjelaskan, pemeriksaan Bupati Gusril sebagai saksi untuk soal rekomendasi usaha lobster dan surat keterangan asal benih lobster di Kabupaten Kaur, yang diperuntukkan bagi PT DPP yang diajukan oleh tersangka Suharjito. Sementara, saksi Yunus didalami keterangannya terkait pengurusan impor ikan salem oleh PT DPP.

“Finari Manan didalami pengetahuannya terkait kegiatan penyidikan oleh Tim Penyidik Bea Cukai Soekarno-Hatta bagi 14 perusahaan yang diduga terlibat penyelundupan benih lobster pada kurun waktu 15 September 2020,” sebut Ali.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan lima tersangka lain, yakni Staf Khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Edhy sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM).

Selanjutnya, Amiril Mukminin (AM) dari unsur swasta/sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), dan Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy.

Eks Menteri KKP Edhy Prabowo diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp 9,8 miliar.

Dan terungkap uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo tunggal untuk ekspor benih lobster itu, selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp 9,8 miliar.

Selanjutnya, pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul senilai Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy dan istrinya Iis Rosita Dewi, Safri serta Andreau.

Duit suap itu antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp 750 juta, diantaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.

Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy Prabowo juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril. (Hartono)