Jakarta, LiniPost – Guna mendorong pemulihan ekonomi nasional akibat dampak pandemi Covid-19, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) fokus mewujudkan program substitusi impor sebesar 35 persen pada 2022.
Melalui keterangan resmi kepada media massa, Senin (28/9/2020), Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan ada empat strategi yang dijalankan, yakni pendalaman struktur industri, kemandirian bahan baku dan produksi, serta perlunya regulasi dan insentif yang mendukung, serta pegoptimalan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
“Guna mengakselerasinya, kami juga akan fokus pada implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0,” ujar Agus.
Akibat dampak pandemi Covid-19, Kemenperin juga menambahkan dua sektor prioritas pada peta jalan Making Indonesia 4.0, yaitu industri farmasi dan industri alat kesehatan. Dua sektor itu mengalami pertumbuhan dan permintaan signifikan pada masa pandemi Covid-19.
“Kami dapat pelajaran dari dampak pandemi ini, kita harus menjadi negara yang mandiri di sektor kesehatan. Jadi ada tujuh sektor prioritas pada roadmap Making Indonesia 4.0,” tutur dia.
Lima sektor prioritas sebelumnya yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, kimia, otomotif, serta elektronik. “Dari lima sektor tersebut saja sudah mempresentasikan 70 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto) industri yang ada di Indonesia, 60 persen dari ekspor industri, dan 60 persen dari penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia,” jelasnya.
Menperin optimistis, apabila inisiatif Making Indonesia 4.0 dijalakan secara baik, Indonesia akan menjadi negara 10 besar dengan perekonomian terkuat di dunia pada 2030. Menurut Agus, strategi yang telah disiapkan tersebut, diyakini pula mampu menarik investasi baru dan menjaga iklim usaha di tanah air.
Kemenperin membidik utilisasi sektor manufaktur secara keseluruhan bisa mencapai 60 persen hingga akhir tahun ini setelah tertekan dampak pandemi Covid-19. Pada 2021, utilisasi bakal digenjot sebesar 75 persen dan terus dipacu hingga 85 persen pada 2022.
“Sebelum hadir Covid-19 di Indonesia, utilisasi industri di Indonesia mencapai 75 persen. Mulai dari Juni sampai sekarang sudah mulai ada tanda pemulihan, dengan tingkat utilisasi 52 persen. Ini tercermin juga dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia di bulan Agustus yang berada pada level 50,8 atau menandakan sedang ekspansif,” ujar dia.
Efek positif dari peningkatan utilisasi itu, antara lain penyerapan tenaga kerja yang terdampak PHK, peningkatan kemampuan belanja dalam negeri, dan peningkatan pasar ekspor. “Strategi penurunan impor ini akan kami dorong melalui peningakatan invetasi, tentunya akan ada penyerapan tenaga kerja baru,” ujar Agus.
Kemenperin mencatat, rencana sejumlah investasi sektor manufaktur pada periode 2019 sampai 2023 yang sudah terdaftar di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), total nilainya menembus Rp 1.048,04 triliun dari 12 perusahaan.
Sektor itu meliputi industri permesinan dan alat mesin pertanian,industri kimia hulu, industri kimia hilir dan farmasi, industri logam (non-smelter), industri smelter, industri elektronika dan telematika, serta industri makanan hasil laut dan perikanan. (em)