Nias Selatan, LiniPost – Kematian 25.559 babi secara mendadak yang tersebar di 17 Kecamatan Kabupaten Nias Selatan sesuai data yang diperoleh Dinas Pertanian setempat hingga Kamis, (30/4/2020) sore diduga disebabkan oleh virus African Swine Fever (ASF).
Hal ini dikatakan Ketua Asosiasi Peternakan Babi (Asperba) Sumatera Utara (Sumut), Robert Dachi, kepada wartawan Sabtu (02/05/2020).
Kata dia, dari informasi yang didapatkan pihaknya saat metting secara online bersama Ketua Balai Veteriner Wilayah I Medan, penyebab kematian babilonia do Nisel karena terjangkit virus ASF.
“Kemarin, kita telah melakukan meeting secara online dengan Ketua Balai Veteriner Wilayah I Medan pak Agustia, dan hasil penelitian mereka melalui laboratorium bahwa kematian babi di Nias Selatan disebabkan oleh virus ASF, dimana hasil lab saat ini sudah beredar di masyarakat bahkan saya juga dapat informasi bahwa kita itu positif ASF,” papar Robert.
Memang hasil lab terkait kematian babi itu, lsejauh ini, anjut dia, belum bisa diumumkan. Pasalnya, yang berhak mengumumkan hasil lab tersebut adalah Kementerian Pertanian.
“Sangat disayangkan dimana sebelumnya Kepulauan Nias secara umum merupakan zona hijau terhadap virus ASF ini. Namun jebol, disebabkan karena adanya bibit babi yang didatangkan dari luar, dan penyebabnya juga diduga dari peralatan dan pakan ternak yang berasal dari luar daerah,” sebutnya.
Robert menyarankan agar semua pihak, baik Pemerintah, termasuk media dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang pencegahan penyebaran kematian babi ini sehingga tidak menambah kerugian perekonomian masyarakat.
“Sejauh ini obat penanganan virus ASF ini belum ada dan masih tahap proses penelitian. Maka langkah yang harus dilakukan adalah pencegahan. Virus ASF ini hingga kini belum ada obatnya. jadi satu-satunya yang dapat dilakukan adalah pencegahan. Pencegahan yang dimaksudkan ada dua jenis yakni menjaga kesehatan babi dengan nutrisi yang kuat dan kedua kebersihan kandang itu sendiri,” tuturnya.
Terkait langkah yang dilakukan Dinas Pertanian dengan tidak melakukan vaksinasi terhadap babi saat ini, ia, berujar bahwa langkah sudah tersebut sudah tepat karena bila divaksinasi maka dikuatirkan akan menimbulkan penyakit baru.
Disamping itu, ia menghimbau kepada masyarakat untuk tidak membuang sembarang tempat babi yang telah mati, karena hal itu, dapat memudahkan penyebaran virus babi itu ke tempat lain.
“Apalagi bila bangkai babi tersebut dibuang ke sungai, maka penyebaran wabahnya lebih mudah. Jadi, baiknya babi yang telah mati dikubur sedalam satu meter sebagai upaya menjaga lingkungan yang bersih dan terbebas dari virus,” tukasnya. (Red)