Komitmen Sangaji “Kas Bae” Pendidikan SBB Ditengah Pandemi Covid-19

Kolom238 Dilihat

SBB, LiniPost- Dunia saat ini dikejutkan dengan mewabahnya satu penyakit yang disebabkan oleh sebuah virus  yang bernama corona atau dikenal dengan istilah Corona Virus disease-19 (Covid-19).

Virus yang disinyalir mulai mewabah 31 Desember 2019 di Kota Wuhan Provinsi Hubei Tiongkok, saat ini menyebar hampir ke seluruh penjuru dunia termasuk Maluku, Indonesia. Dengan sangat cepat, sehingga WHO tanggal 11 Maret 2020 menetapkan wabah ini sebagai pandemi global.

Ratusan ribu manusia terpapar virus ini di seluruh dunia, bahkan puluhan ribu korban meninggal. Khusus wilayah Maluku sendiri, tertanggal 11 Mei 2020,  40 lebih pasien yang dikirim baru 16 pasien yg sudah ada hasil terdiri dari

Pasien konfirmasi. Lambatnya serta penanganan kaena tidak didukung fasilitas kesehatan yang memadai. Rumitnyapenanganan wabah ini membuat para pemimpin menerapkan kebijakan yang super ketat untuk memutus mata rantai penyebaran covid-19.

Social distancing menjadi pilihan berat bagi setiap negara dalam menerapkan kebijakan untuk pencegahan penyebaran covid-19, karena kebijakan ini berdampak negatif terhadap segala aspek kehidupan.

Pembatasan interaksi sosial masyarakat dapat menghambat laju pertumbuhan dan kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan, namun tidak ada pilihan lain, karena cara ini adalah yang paling efektif.

Kebijakan social distancing berakibat fatal terhadap roda kehidupan manusia, masalah ekonomi yang paling terasa dampaknya, karena hal ini menyentuh berbagai lapisan masyarakat, tersendatnya laju ekonomi mengakibatkan tertutupnya kebutuhan primer manusia untuk memenuhinya, karena negara akan sangat terbebani kalau harus menanggung segala kebutuhan pokok setiap penduduknya.

Tak terkecuali bidang pendidikan ikut juga terdampak kebijakan ini. Keputusan pemerintah yang mendadak dengan meliburkan atau memindahkan proses pembelajaran dari sekolah/madrasah menjadi di rumah, membuat kelimpungan banyak pihak.

Ketidaksiapan stakeholder sekolah/madrasah melaksanakan pembelajaran daring menjadi faktor utama kekacauan ini, walaupun sebenarnya pemerintah memberikan alternatif solusi dalam memberikan penilaian terhadap siswa sebagai syarat kenaikan atau kelulusan dari lembaga pendidikan disaat situasi darurat seperti saat ini.

Peralihan cara pembelajaran ini memaksa berbagai pihak untuk mengikuti alur yang sekiranya bisa ditempuh agar pembelajaran dapat berlangsung, dan yang menjadi pilihan adalah dengan pemanfaatan teknologi sebagai media pembelajaran daring. Penggunaan teknologi ini juga sebenarnya bukan tanpa masalah, banyak faktor yang menghambat terlaksananya efektivitas pembelajaran daring ini antara lain:

1. Penguasaan teknologi yang masih rendah.

Harus diakui bahwa tidak semua guru melek teknologi terutama guru generasi X (lahir tahun 1980 ke bawah) yang pada masa mereka penggunaan teknologi belum begitu masif. Sebenarnya mereka bukan tidak bisa kalau mau belajar, pasti mampu karena prinsipnya guru adalah manusia pemelajar yang harus selalu siap menghadapi perubahan zaman sekaligus mengikuti perkembangannya. Keadaan hampir sama juga di alami oleh para siswa, tidak semua sudah terbiasa menggunakan teknologi dalam kehidupan sehari-harinya. Di sekolah pun mereka harus rebutan dalam menggunakan perangkat teknologi pendukung pembelajaran karena keterbatasan sarana yang dimiliki oleh sekolah/madrasah bahkan mungkin mereka tidak dikenalkan teknologi dalam pembelajaran.

2. Keterbatasan sarana dan prasarana

Kepemilikan perangkat pendukung teknologi juga menjadi masalah tersendiri. Bukan rahasia umum bahwa kesejahteran guru masih sangat rendah, jadi jangankan untuk memenuhi hal-hal tersebut, untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya saja masih banyak guru yang kesulitan. Hal yang sama pun terjadi pada anak didik, karena tidak semua orangtua mereka mampu memberikan fasilitas teknologi kepada anak-anaknya.

Bahkan kalau pun mereka punya fasilitas namun tidak digunakan untuk media pendukung pembelajaran, karena ketidaktahuan orang tua dalam membimbing anaknya untuk pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran.

3. Jaringan internet

Pembelajaran daring tidak bisa lepas dari penggunaan jaringan internet. Tidak semua sekolah/madrasah sudah terkoneksi ke internet sehingga guru-gurunya pun dalam keseharian belum terbiasa dalam memanfaatkannya. Kalaupun ada yang menggunakan jaringan seluler terkadang jaringan yang tidak stabil karena letak geografis yang masih jauh dari jangkauan sinyal seluler.

4. Biaya

Jaringaninternet yang sangat dibutuhkan dalam pembelajaran daring menjadi masalah tersendiri bagi guru dan siswa. Kuota yang dibeli untuk kebutuhan internet menjadi melonjak dan banyak diantara guru juga orang tua siswa yang tidak siap untuk menambah anggaran dalam menyediakan jaringan internet.

Menyusul sejumlah persoalan tersebut, kepala Dinas Pendidikan  Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB)  Dr. Masudin Sangaji, SP. MSi gencar melaksanakan agenda temu guru dan  tokoh pendidikan di desa-desa. Temu guru dan para tokoh pendidikan tersebut dinamai “Mangente Pendidikan.”

Mangente Pendidikan bukan program Dinas melainkan inisiatif kepala dinas untuk lebih mengetahui kondisi lapangan sebagaimana dijabarkan diatas. Kepala dinas menjalankan agenda tersebut diluar jam kantor. Tepatnya akhir pekan atau waktu-waktu luang.

Dalam setiap kunjungannya, kepala dinas akan menghimpun seluruh unek-unek/keluhan dari masyarakat terutama para tenaga guru dalam menyikapi pendemi covid-19.

Perdana kepala dinas menjalankan agenda Mangente di negeri Iha Kulur dengan mengunjungi Taman Baca Masyarakat (TBM) Rumah Inspirasi negeri Iha  tertanggal 9 Mei 2020 lalu.

Kepedulian kepala dinas terhadap amanah yang tengah diembannya ini menjadi tolak ukur, komitmen kuat untuk masa depan pendidikan SBB yang labih baik.

Kiranya, Mangente Pendidikan SBB dapat menjawab semua problematika pedidikan di kabupaten bertajuk Saka Mese Nusa ini terlebih ditengah pandemi Covid-19 seperti sekarang.

Salam Super, Jaya pendidikan Indonesia, Jaya Pendidikan SBB. (Jabar)