Jakarta, LiniPost – Pengamat Politik Hubungan Internasional Abhiram Singh Yadaf menilai konflik India-China ibarat judul film “Khabhi Khusi Khabhi Gham” (kadang senang, kadang sangat menyedihkan). Dirinya melihat ini bukan merupakan hal yang baru, Dimana pada saat Tensi Perbatasan dimulai pada bulan Mei lalu, Perdana Menteri Narendra Modi dan Presiden China Xi Jingping sedang mesra-mesranya.
” Bahwa pertikaian India-China perlu diamati secara seksama dari kacamata teori Hubungan Internasional yang tepat, sehingga tidak menjadi bias. Sangat penting untuk memahai identitas kedua negara yang terbangun melalui proses sejarah yang panjang. China dengan prinsip komunisme dan India menganut Demokrasi yang kuat. Perbedaan adalah kenyataan dalam interaksi sosial dalam Hubugan internasional sehingga hanya dengan kacamata teori Konstuktifisme suatu perbedaan dapat di telaah dan dicari soulsi terbaik” Kata Abhiram di Jakarta (6/9/2020).
Konflik perbatasan India-China tidak terlepas dari dinamika geopolitik dan geostrategy International yang lebih luas. China dengan konsep Belt and Road Initiative (BRI) dan India dengan konsep inklusif Indo-Pacific Bersama-sama dengan Amerika Serikat,Jepang, Austrlia dan ASEAN. Bahkan sekarang negara-negara Uni-Eropa juga mulai melirik Indo-Pasifik sebagai konsep yang strategis.
” Di konsep Indo-Pasifik inilah China seolah-olah menjadi antagonist, hal ini tentu tidak membuatnya nyaman. Maka sangat penting memahami isu kedua negara secara objektif” tegasnya.
India menjadi harapan Politik Global sebagai penyimbang (balancing power) antara perseturuan sesungguhnya antara China dengan Amerika Serikat. Justru netralitas dan sifat proaktif India dalam mereformasi tatanan Dunia (khususnya di tubuh PBB) yang inklusif menjadi perhatian yang dinanti-nanti oleh masyarakat International.
” Konsep Indo-Pasifik yang inklusif saat ini sedang diuji ombak, justru di dataran tertinggi dunia, yaitu Himalaya, melalui perseturuan perbatasan China-India. Kita menanti bagaimana tensi eskelasi ini bisa diturunkan, melainkan bagaimana tensi ini bisa di defuse secara total” ujarnya.
Bahwa setelah proses ketegangan perbatasan yang berlansung selama 4 bulan ini, belum nampak akan adanya perang pada skala besar (full scale war). Sehingga muncul pertanyaan apakah sifat agresif China di perbatasan India-China hanya sebagai sebuah Latihan perang untuk menghadapi kemungkinan tensi sesungguhnya di Laut China Selatan?
“Indonesia bersikap netral dalam isu China-India dan aktif meredakan ketegangan ke dua Negara, Dimana India dan China merupakan sahabat Indonesia. Namun, sebagai Negara penganut politik luar Negeri Bebas Aktif, Indonesia tegas terhadap pelanggaran Norma-Norma international di Laut China Selatan” tutupnya. Rokhim