Korban Pengeroyokan di Nias Barat Dijadikan Tersangka di Polres Nias

Nias Barat, LiniPost – Polres Nias menetapkan status korban pengeroyokan berinisial HH alias Ama Eros warga Dusun I Desa Fardoro, Kecamatan Sirombu, Kabupaten Nias Barat Sumatera Utara sebagai tersangka. Hal itu, sesuai surat pemberitahuan penetapan tersangka Nomor: K/ 19.A/ I/ RES.1.6./ 2021/ Reskrim tertanggal 25 Januari 2021.

Dalam surat pemberitahuan tersebut, korban HH dan beberapa keluarganya ditetapkan sebagai tersangka atas laporan sanding terduga pelaku berinisial FH dengan nomor: STPLP/25/VII/2020/ NS-Rombu tertanggal 25 Juli 2020. Sedangkan laporan pengaduan korban nomor: STPLP/24/VII/2020/NS-Rombu tertanggal 25 Juli 2020, tak kunjung diproses atau hingga kini belum ada penetapan tersangka.

ads

Korban pengeroyokan Hasanaha Hia Alias Ama Eros kepada LiniPost.com, dalam keterangannya yang dikirim lewat pesan WhatsApp, Sabtu, (13/3/2021) menyebut bahwa sesungguhnya ia yang diserang dan dikeroyok oleh ketiga terduga pelaku berinisial FH, IH dan SG yang terjadi pada tanggal 25 Juli 2020 di lokasi bangunan tempat usaha meubel miliknya di Dusun I Desa Fadoro Kecamatan Sirombu Kabupaten Nias Barat.

“Pada peristiwa itu jelas-jelas bahwa saya adalah sebagai korban. Saya diserang dan dikeroyok oleh ketiga terduga pelaku FH, IH dan SG di lokasi bangunan tempat usaha mebel milik saya. Akibat peristiwa itu, saya mengalami sejumlah luka-luka hingga terpaksa dirawat di UPT Puskesmas Sirombu Nias Barat,” tutur Hasanaha.

Dia menjelaskan, kronologis kejadian, awalnya para terduga pelaku mendatangi lokasi bangunan tempat usaha miliknya, kemudian pelaku melarangnya mendirikan usaha di lokasi tersebut karena pelaku mengklaim bahwa tanah itu adalah milik mereka.

“Kemudian, saya menjelaskan kepada pelaku bahwa tanah yang sedang saya dirikan bangunan itu merupakan tanah warisan milik keluarga saya yang sudah kami kuasai selama turun-temurun. Meski saat itu saya selalu mengajak pelaku untuk membicarakan masalah tanah tersebut secara kekeluargaan bukan dengan emosional. Namun para pelaku yang sudah dikuasai oleh emosi langsung mengeroyok saya hingga babak belur,” katanya.

Atas peristiwa itu, dirinya langsung membuat laporan pengaduan polisi di Polsek Sirombu untuk meminta keadilan. Setelah itu, terduga pelaku juga membuat laporan dan mengklaim bahwa dirinya juga dikeroyok oleh pihak korban.

Korban juga menuturkan bahwa dibawah penanganan Polsek Sirombu, laporan pengaduannya sudah naik ke tahap sidik karena mencukupi alat bukti. Sedangkan terhadap laporan terduga pelaku diduga juga dipaksakan naik ke tahap sidik, dan kudis yang diklaim oleh terduga pelaku sebagai luka akibat penganiayaan diduga dijadikan sebagai bukti penguat laporannya.

Terkait itu, korban menduga bahwa laporan terduga pelaku lebih diprioritaskan karena oknum penyidik Polsek Sirombu diduga memiliki hubungan emosional baik dengan terduga pelaku yang kini masih menjabat sebagai kepala desa defenitif. Terlebih-lebih karena pelaku juga diduga berasal dari keluarga yang berada dan beberapa saudaranya menduduki jabatan strategis di wilayah pemerintahan kabupaten Nias Barat.

“Setelah laporan pengaduan saya dan pelaku naik ke tahap sidik, selanjutnya Polsek Sirombu melakukan pelimpahan berkas untuk ditangani di Polres Nias.

Dibawah penanganan Polres Nias, laporan saya sebagai korban ditangani oleh Unit IV Sat Reskrim dan terhadap laporan terduga pelaku ditangani oleh Unit II Sat Reskrim,” tuturnya.

Menurut Ama Eros, dalam proses penanganan kasus penganiayaan terhadap dirinya, ia merasa diintimidasi oleh oknum penyidik.

“Ketika pengambilan BAP lanjutan pada Selasa (25/8/2020) di ruang pemeriksaan Unit IV Sat Reskrim Polres Nias, saya ditekan dan dibentak-bentak oleh oknum penyidik hingga diteror dengan puluhan pertanyaan yang terkesan menyudutkan. Bahkan saat itu, saya diperiksa oleh penyidik pembantu Bripda GRT mulai pagi sekira pukul 10.00 WIB hingga malam Pukul 20.38 WIB. Sehingga pada saat itu, saya baru bisa pulang ke rumah malam hari. Akibatnya saya semakin trauma dan juga kondisi kesehatan saya tidak stabil, sementara wajah saya pucat akibat lapar dan kelelahan,” keluh Ama Eros.

Menurut Hasanaha Hia, ketika pra rekon digelar pada tanggal 28 Desember 2020, penyidik pembantu Bripda GRT diduga tidak profesional dan diduga mengintervensi saksi-saksi yang ia hadirkan. Oknum penyidik juga diduga melarang korban membaca berita acaranya dengan seteliti-telitinya.

“Berita acara pra rekon tidak sesuai dengan keterangan saya dan para saksi. Setelah saya baca dengan terliti, saya keberatan dan meminta agar berita acara tersebut disesuaikan dengan hasil gelar di lapangan karena isi berita acaranya diduga banyak yang dikarang oleh oknum penyidik sendiri. Kemudian penyidik pembantu Unit IV Reskrim Bripda GRT malah emosi dan merebut berita acara pra rekon yang sedang saya baca itu ditangan saya, selanjutnya ia menyuruh saya keluar dari ruangan. Sehingga kami pihak korban menduga bahwa penyidik tersebut berusaha mengkaburkan fakta hukum atas penganiayaan terhadap diri saya,” ungkapnya.

Ia mengeluh karena dalam perkara para pelaku diduga dibekingi oleh oknum Polisi yang bertugas di wilayah hukum Polres Nias berinisial FT yang juga memiliki hubungan keluarga dengan pelaku. Oknum Polisi tersebut juga memiliki hubungan emosional baik dengan penyidik pembantu di Unit II dan Unit IV  Sat Reskrim yang kini diduga berusaha memutarbalikkan fakta dalam kasus penganiayaan terhadap dirinya sehingga ia beserta keluarganya dijadikan tersangka, kemudian laporannya malah dihentikan.

“Saya sebagai korban malah ditetapkan sebagai tersangka, sementara terduga pelaku semakin merasa diatas angin dan tak bisa tersentuh hukum. Terhadap laporan saya akan dihentikan oleh unit IV Sat Reskrim Polres Nias dengan alasan tidak memenuhi alat bukti sesuai SP2HP nomor: B/ 269.B/ III/ RES.1.6./ 2021 Reskrim tertanggal 05 Maret 2021,” keluhnya.

Dia juga mengatakan bahwa dalam kasus penganiayaan yang dialaminya yang terjadi pada tanggal 25 Juli 2020 di lokasi bangunan tempat usaha meubel miliknya, korban merasa dikriminalisasi oleh pihak Sat Reskrim Polres Nias. “Seharusnya, saya adalah satu-satunya korban dalam peristiwa itu, tetapi malah sebaliknya saya ditetapkan sebagai tersangka dan juga beberapa keluarganya yang tak berdosa ikut jadi tersangka,” tukasnya.

“Atas penetapan tersangka itu, kami pihak korban sedang menyiapkan dokumen serta alat bukti pendukung untuk melakukan upaya hukum lain karena Sat Reskrim Polres Nias memperlakukan kami sebagai korban sangat tidak adil. Kami juga akan melayangkan surat pengaduan ke Kapolri dan ditembuskan ke Presiden RI, Kompolnas, Menkumham dan lainnya, karena kami merasa tidak ada keadilan di Polres Nias,” sambungnya.

Pihak keluarga korban juga berharap agar Mabes Polri mengambil alih perkara ini dan menindak semua oknum Polisi yang diduga berusaha mengaburkan fakta hukum dalam kasus penganiayaan terhadap Hasanaha Hia alias Ama Eros diduga demi melindungi pelaku.

Sementara, Kasat Reskrim Polres Nias, AKP Rudi Silalahi saat dikonfirmasi hal diatas, lewat pesan WhatsApp, Sabtu (13/3/2021) hingga pukul 19.35.00 WIB, tidak dibalas. (Red)