Penghina Adat Kecamatan Boronadu Dilaporkan ke Polisi

Daerah, HEADLINE952 Dilihat

Nias Selatan, LiniPost – Terkait tradisi pemotongan leher ayam yang sempat viral, sekitar seratusan masyarakat kecamatan Boronadu, Kabupaten Nias Selatan terdiri tokoh adat, tokoh pemuda dan tokoh masyarakat, mendatangi Mapolres Nias Selatan, Selasa, (20/10/2020).

Tujuan kedatangan mereka yakni, untuk melaporkan salah satu Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nias Selatan periode 2021-2024 yang diduga melakukan penghinaan adat mereka.

Tokoh masyarakat Desa Sifalago Kecamatan Boronadu juga sebagai pelapor, Bowoziduhu Sadawa Kepada wartawan usai membuat laporan di Polres Nias Selatan, mengatakan, dia melaporkan salah satu pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Nias Selatan terkait pernyataannya saat debat Paslon beberapa waktu lalu. Dimana, salah satu Paslon menyinggung soal pemotongan leher ayam, seakan-akan adat masyarakat kecamatan Boronadu menyembah berhala.

Dia menjelaskan, pada saat pengukuhan Tim Pasangan nomor urut 1 HD-Firman di Kecamatan Boronadu, dimana saat itu dihadiri semua tokoh se-Kecamatan Boronadu dan sepakat mendukung pasangan HD-Firman. Karena, Firman Giawa, juga sebagai Calon Wakil Bupati pasangan Hilarius Duha merupakan putra daerah kecamatan Boronadu. “Maka, sepakat untuk mengingatkan budaya leluhur, dan setiap ada kesepakatan, dilakukan pemotongan leher ayam,” ujarnya.

Tujuan pemotongan leher ayam tersebut, sambung dia, agar setiap masyarakat yang membelot dan ingkar janji dari apa yang telah disepakati, mengalami teguran. Karena itu, adalah adat leluhur desa Sifalago Gomo Kecamatan Boronadu.

“Kami tidak pernah dipaksa oleh pasangan HD-Firman untuk melakukan pemotongan leher ayam, namun hal itu karena tradisi yang turun – temurun dari leluhur. Artinya, apabila sudah ada kesepakatan, maka wajib dilakukan pemotongan leher ayam. Bukan penyembahan berhala,” tegasnya.

Ia menjelaskan, kesepakatan mereka untuk mendukung pasangan HD-Firman bukan karena dipaksa, namun dari hati yang tulus, karena Firman Giawa merupakan putra daerah Kecamatan Boronadu. “Bahkan, ada juga tulisan di Facebook (FB) yang mengatakan, “Boronatu”, padahal, harusnya Boronadu. Kalau bahasa Boronatu itu, merupakan penghinaan besar yang dapat menimbulkan konflik,” tandasnya.

Dia mengingatkan bahwa budaya pemotongan leher ayam itu, bukan hanya pada saat ini, namun hal itu sudah pernah dilakukan pada saat pembukaan Pesta Ya’ahowu pada masa jabatan Gubernur Sumatra Utara, alm. Raja Inal Siregar.

“Kala itu, saya sendiri pelakunya. Jadi, saya tegaskan bahwa pemotongan leher ayam bukan untuk penyembahan berhala, namun tradisi yang harus dilakukan masyarakat Boronadu saat mengambil kesepakatan,” tandasnya.

Untuk itu, dia berharap agar pihak Polres Nias Selatan segera memproses laporannya, sehingga tidak menimbulkan masalah baru yang dapat menggangu keamanan masyarakat. (Sabar Dh)