Jakarta, LiniPost – Dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 2020, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama Jaringan Perempuan Peduli Pengendalian Tembakau (JP3T) dan Puan Muda mengajak generasi muda Indonesia untuk membebaskan diri dari ancaman target industri rokok sebagai bentuk penjajahan di era modern, sekaligus memberi pemahaman terkait dampak bahaya rokok bagi perempuan dan anak.
Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak, Kemen PPPA, Lenny N. Rosalin mengungkapkan bahwa anak sangat rentan terjerumus dalam ancaman bahaya rokok. “Berdasarkan hasil PKJS-SKG Universitas Indonesia pada 2020, menunjukan 10% keberadaan perokok di lingkungan anak, mendorong anak untuk merokok. Selain itu, 28% remaja juga diketahui sering merokok saat berkumpul dengan teman sebayanya (Profil Anak Indonesia, 2019),” ungkap Lenny dalam acara Webinar Dari Perempuan untuk Indonesia #5 dengan tema ‘Yang Muda, Yang Berikrar.’
Lenny menambahkan rokok erat kaitannya sebagai faktor penyebab terjadinya stunting pada anak. “Anak dengan orang tua perokok, 5,5% berpotensi lebih tinggi mengalami stunting. Salah satu gambaran tersebut dapat kita lihat dari tingginya pola konsumsi rokok dalam keluarga bahkan menduduki peringkat kedua dalam daftar pengeluaran keluarga (Laporan Sensus Penduduk BPS, 2020). Hal ini menunjukkan masih banyak keluarga yang lebih memilih membeli rokok dibandingkan membeli makanan bergizi. Di sinilah pentingnya pengasuhan berbasis hak anak untuk dapat diterapkan di keluarga, disamping meningkatkan aspek ekonomi dalam keluarga,” ujar Lenny, Rabu, (28/10).
Saat ini ada 80 juta anak dan 81,2 juta keluarga di Indonesia yang rentan menjadi target industri rokok. Menurut Lenny, bersama kita bisa melindungi mereka dari bahaya rokok. Hal ini tentunya demi memenuhi hak-hak anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai amanat Konvensi Hak Anak (KHA). Pemerintah menargetkan penurunan angka anak perokok dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada 2024 menjadi 8,7% dari semula 9,1% pada 2018.
Lenny juga menekankan pentingnya aspek pencegahan dengan sinergi seluruh pihak baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga masyarakat, dunia usaha, media massa, orangtua, dan lainnya dalam memberantas bahaya rokok yang mengancam anak Indonesia. “Kemen PPPA telah melakukan berbagai upaya seperti menata regulasi terkait 24 indikator kota/kabupaten layak anak di seluruh Indonesia untuk melihat sejauh mana upaya daerah dalam melindungi anak dari paparan rokok, serta iklan, promosi, dan sponsor rokok,” jelas Lenny.
Kemen PPPA juga telah berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga (K/L), Pemerintah Daerah dan pemangku kebijakan terkait penerapan kawasan tanpa rokok, dan melakukan verifikasi di lapangan. “Kawasan tanpa rokok sudah hadir di banyak daerah dengan regulasi yang sudah lengkap, hanya saja implementasinya masih belum banyak diterapkan, sehingga perlu diikuti dengan pengawasan dan evaluasi. Disinilah pentingnya partisipasi dan keterlibatan semua pihak dalam mengadvokasi berbagai daerah yang belum menerapkan regulasi terkait perlindungan anak dari bahaya rokok baik di kawasan tanpa rokok, maupun perlindungan dari iklan, promosi, dan sponsor rokok,” tutur Lenny.
Adapun berbagai strategi Kemen PPPA dalam upaya melindungi anak dari ancaman rokok yaitu dengan menerapkan praktik terbaik yang telah berhasil dilakukan di beberapa daerah, serta melakukan strategi edukasi melalui lima wadah intervensi yaitu 1) anak, melalui Forum Anak, dimana anak dilatih sebagai pelopor dan pelapor, agar menjadi agen perubahan untuk dirinya, keluarga, dan orang disekitarnya. Forum Anak juga ikut mengawasi dan memperketat tayangan iklan rokok di Indonesia. Wadah intervensi kedua, yaitu 2) keluarga, melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) yang memberikan pelayanan, edukasi, informasi dan konseling oleh psikolog dan konselor bagi seluruh keluarga terkait pentingnya melindungi anak dari paparan rokok.
Wadah ketiga yaitu 3) satuan pendidikan, melalui Sekolah Ramah Anak (SRA) dan Madrasah Ramah Anak (MRA), dimana sekolah dan madrasah harus bebas asap rokok. Keempat adalah 4) lingkungan, melalui Pusat Informasi Sahabat Anak (PISA), Ruang Bermain Ramah Anak (RBRA), Pusat Kreativitas Anak (PKA), Tempat Ibadah seperti Masjid dan Gereja Ramah Anak, dan lainnya. Kelima, yaitu 5) Wilayah (region), melalui Indonesia Layak Anak (IDOLA), Provinsi Layak Anak (Provila), Kota/Kabupaten Layak Anak (KLA), Kecamatan Layak Anak (Kelana), Desa/Kabupaten Layak Anak (Dekela). Setiap tahun dilakukan evaluasi untuk melihat efektivitas pelaksanaan kebijakan pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak di setiap daerah.
“Anak-anak sebenarnya sudah sadar bahwa mereka menjadi target industri rokok. Untuk itu, pentingnya membekali anak dengan ilmu pengetahuan dan informasi yang mudah dipahami sehingga mereka bisa melakukan aksi sesuai kapasitasnya, seperti yang dilakukan Forum Anak. Kami juga telah bersinergi dengan 29 K/L untuk mengembangkan dan memperluas lima wadah intervensi tersebut demi melindungi anak dari bahaya rokok,” ungkap Lenny.
Di samping itu, Konsultan Kesehatan, Supriyatiningsih atau yang akrab disapa Upi mengungkapkan bahwa di Indonesia, angka perempuan sebagai perokok aktif tergolong lebih rendah dibandingkan perempuan sebagai perokok pasif, namun hal ini justru mengkhawatirkan karena 70% asap yang dikeluarkan rokok lebih berbahaya. Sama halnya dengan tren rokok yang menyasar para generasi muda, anak menjadi sasaran kuat industri rokok. Hal ini tentu semakin mengkhawatirkan, mengingat dampak yang ditimbulkan rokok pada anak sangat membahayakan bahkan sejak di dalam kandungan, efek ini dapat mengganggu pertumbuhan janin.
“Upaya untuk menangani permasalahan bahaya rokok harus dilakukan mulai dari hulu ke hilir. Saya juga ingin menekankan pentingnya sinergi pemerintah dalam menyinkronkan regulasi. Berkacalah pada negara lain yang sudah menerapkan regulasi pencegahan rokok dengan lebih kuat. Hadirkan regulasi yang menekankan larangan, jangan hanya sekedar himbauan, konsekuensinya pun harus pemerintah siap hadapi,” tegas Upi.
Pada acara ini, dilaksanakan pembacaan Ikrar Puan Muda #BersuaraUntukSehat disampaikan oleh beberapa perwakilan Puan Muda yang berisi yaitu “Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia yang bebas target industri rokok. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia yang sadar akan bahaya rokok. Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia yang bersuara untuk sehat.”
Merespon pembacaan ikrar tersebut, Lenny dan Kasubdit Advokasi dan Kemitraan Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Sakri Sabatmadja mengapresiasi ikrar yang disampaikan sebagai bentuk komitmen generasi muda untuk menentang dan membebaskan diri dari target industri rokok dan bahaya rokok.
“Pemerintah akan terus berupaya mendukung ikrar tersebut, seperti mengubah ketergantungan penguatan perekonomian pada industri rokok agar dapat digantikan sektor industri lainnya. Terkait segmentasi media penyiaran juga harus ikut memperkuat upaya pemerintah dalam mencegah rayuan industri rokok, di antaranya melalui iklan di media elektronik. Terkait upaya pembatasan akses anak pada rokok juga bisa dicegah semaksimal mungkin, tidak hanya melalui peningkatan biaya cukai rokok tapi juga memperkuat pelarangan menjual secara eceran,” tutup Sakri. (Hartono)