Jakarta , LiniPost – Plt. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Budiono Subambang menyampaikan, progres pengukuran intervensi serentak pencegahan stunting telah mencapai 95,15 persen selama bulan Juni 2024.
“Saat ini pengukuran telah dilakukan di seluruh wilayah pada lebih dari 300.000 Posyandu. Progres terakhir pengukuran tadi pagi, sudah mencapai 95,15 persen, artinya sudah ada 16,1 juta balita yang diukur dari 17 juta balita sasaran,” ujar Budiono saat agenda Deputy Meet the Press di Ruang Media Center Kemenko PMK, pada Senin (1/7/2024).
Baca Juga: Tata Rupa Nusantara Berikan Pelatihan Branding dan Packaging pada Peserta PENA Muda Kemensos
Catatan lain yang didapat melalui pengukuran dan intervensi serentak per tanggal 1 Juli 2024, pukul 09.10 WIB, diantaranya terdapat 36,10 persen atau 5.839.101 balita yang mengalami masalah gizi, serta 3,6 persen atau 220.275 balita bermasalah yang telah dilakukan intervensi.
Budiono juga menyampaikan, terdapat 45,25 persen atau 136,203 Antropometri yang telah terstandar dengan 82,18 persen diantaranya atau 111.936 Antropometri telah terkalibrasi. Sementara itu, terdapat 517.592 kader Posyandu telah terverifikasi terampil dalam menggunakan alat Antropometri.
“Satu minggu ke depan ada waktu bagi daerah yang belum melakukan input data yang mendapat masalah gangguan server dan harus menunggu server dapat diakses kembali,” imbuhnya.
Baca Juga: Mensos Risma Ungkap Kiat Sukses Berwirausaha bagi Penyandang Disabilitas
Selain itu, Budiono turut menyampaikan upaya pengendalian tuberkulosis yang telah dikoordinasikan oleh Kemenko PMK. Ia mengatakan, estimasi kasus baru TBC pada tahun 2024 mencapai 1.092.000 kasus dengan target RKP 2024 untuk menurunkan insiden menjadi 297/100.000 penduduk.
Sementara, capaian penanganan TB pada tahun 2023, terdapat 77 persen atau 821.200 penemuan kasus dari target 90 persen. Sedangkan kasus yang telah diobati telah mencapai 88 persen atau 722.863 kasus dari target 100 persen dengan pengobatan sukses mencapai 87 persen untuk TBC SO dan 80 persen untuk TBC RO.
“Pentingnya sosialisasi dan edukasi tentang bahayanya TB, ketika masyarakat sudah mengetahui dan memahami bahayanya TB, dia akan sadar dan tidak perlu merasa malu menghadapi penyakit itu. Kepada masyarakat lain diharapkan juga dapat lebih peduli terhadap kesehatan dan peduli terhadap kerabat yang sedang mengalami TB,” katanya.
Ia juga menyinggung upaya pemerintah dalam penerapan Fitofarmaka untuk mendukung kebutuhan obat-obatan di Indonesia. Pemerintah telah menggulirkan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Pemanfaatan Jamu dengan secara teknis didukung Kepmenko PMK No. 10 Tahun 2024.
Baca Juga: Kakanwil Kemenkumham Babel Buka Patent One Stop Service
“Pemerintah sudah berkomitmen memberikan ruang agar berbahan baku alami dapat menjadi bahan obat-obatan di masyarakat,” ujar Budiono.
Sebelumnya pada tahun 2022, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Formularium Fitofarmaka yang dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan perencanaan dan pengadaan Fitofarmaka agar tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan serta sebagai acuan penggunan Fitofarmaka yang memuat lima jenis Fitofarmaka untuk antihipertensi, antidiabetes, gangguan lambung, imunomodulator, dan hypoalbuminemia.