Nias Utara, LiniPost – Ahli Hukum kembali dihadirkan pada Sidang sengketa Pilkada Kabupaten Nias Utara (Nisut) antara Bapaslon FODELA (Pelapor) dan KPU Nisut (Terlapor). Yang menjadi ahli hukum kali ini yakni: Dr. Amiziduhu Mendrofa, SH, MH, ahli hukum Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dilaksanakan secara Virtual Zoom (Daring) di Kantor Bawaslu Nisut, Jumat (9/10/2020).
Dr. Amiziduhu Mendrofa, SH., MH mengatakan, putusan pengadilan pidana yang dinyatakan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, adalah berdasarkan peraturan perundang-undangan terdapat ketentuan yang mengatur pengertian dari putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) berkaitan perkara pidana yaitu dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi.
Dia menjelaskan, berdasarkan keputusan pengadilan tindak pidana korupsi tersebut, yang telah menjatuhkan hukuman kepada Drs. FONAHA ZEGA yaitu 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan penjara, dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Yang bersangkutan telah dijalankan hukumannya di lembaga pemasyarakatan terhitung dari tanggal 19 Nopember 2012, berdasarkan surat perintah penahanan Drs. FONAHA ZEGA Nomor : print-3243/N.2.21/Ft.1/11/2012 tanggal 19 Nopember 2012, dan berakhir menjalankan Hukuman di Lembaga Pemasyarakatan sampai pada Tanggal 19 Januari 2015 pada Pukul 00 Wib (tanpa ada remisi).
“Terpidana dalam hal ini Drs. FONAHA ZEGA dinyatakan sebagai Mantan Terpidana adalah setelah menjalankan hukuman yang telah ditetapkan oleh majelis hakim dalam putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, misalnya terpidana di jatuhi hukuman dengan vonis 2 (dua) Tahun 2 (dua) bulan penjara,” jelas Amiziduhu.
Membuktikan terpidana telah memulai mejalankan hukuman adalah berdasarkan surat perintah penahan yang telah menetapkan tanggal, bulan dan tahun yang dibuat dan ditetapkan oleh penyidik, penuntut umum, atau majelis hakim yang melakukan penahanan.
“Contoh: terpidana dijatuhi hukuman pidana dengan Hukuman 2 (dua) tahun 2 (dua) bulan penjara oleh majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi, dan terpidana mulai menjalakan hukuman pada tanggal 19 Nopember 2012 berdasarkan Surat perintah penahan nomor : print-3243/N.2.21/Ft.1/11/2012 tanggal 19 Nopember 2012, yang ditetapkan oleh penyidik, maka terpidana bebas atau dinyatakan mantan nara pidana adalah setelah mejalankan hukuman di lembaga pemasyarakatan selama 2 (dua) tahun 2 (dua) bulan dan berakhi pada tanggal 19 Januari 2015, tanpa ada remisi, maka terpidana pada tanggal 19 Januari 2015 Pukul 00 Wib sudah dinyatakan bebas dan sebagai mantan terpidana, dan apabila terpidana diberikan remisi selama 2 (dua) bulan, maka terpidana dianggap bebas dan sebagai mantan terpidana adalah setelah dikurangi remisi selama 2 (dua) bulan dari pidana pokok. Tetapi kalau terpidana diberikan pembebasan bersyarat sebelum selesai menjalankan pidana pokok, maka terpidana baru dinyatakan bebas dan sebagai mantan terpidana adalah setelah lewat waktu pidana pokok,” paparnya.
Jadi, terpida dinyatakan telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun adalah sesuai eputusan Mahkamah Konstitusi RI dan Fatwa Mahkamah Agung RI, yakni:
1. Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 56/PUU-XVII/2019 pada hari Rabu, tanggal 11 Desember 2019, dengan Putusan bahwa: Bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana.
2. Surat Fatwa Mahkamah Agung RI Nomor : 30/Tuaka.Pid/IX/2015 tanggal 15 September 2015 Tentang Jawaban Atas Surat Bawaslu RI Nomor :L 0242/Bawaslu/IX/2015 tanggal 2 Septembe3r 2015 tentang Mantan Narapidana. Ucap Ahli Hukum Tipikor itu. (Man Lahagu)